RESUME MOMISTUDY #17

PENGANTAR NARASUMBER

Halooo….selamat malam, semuanya 😀. Perkenalkan nama saya Wresti Wrediningsih. Di sini saya bisa dipanggil Resti. Saat ini saya punya beberapa aktivitas rutin, yaitu pendidik di Sekolah Tumbuh (mungkin ada yang pernah dengar?), psikolog di Ideals Academy (lembaga yang saya dirikan sendiri bersama suami), dan tentunya membahagiakan keluarga dan diri sendiri :).

Oiaaa…karena malam ini kita akan bincang-bincang tentang memahami anak-anak kita, boleh saya perkenalkan juga profil saya sebagai ibu. Sudah melihat foto bocils di pdf materi, ya? Nah, saya mungkin termasuk yang kurang disukai para pejuang Keluarga Berencana karena punya anak lebih dari 2, hehehe…

Si Sulung usianya 13 th, anak Tengah 11 th, dan Bungsu 9 th. Bisa terbayang ya bagaimana meriahnya rumah dan hidup saya dulu sewaktu mereka masih di usia bayi dan balita :D. Oia, kami merupakan keluarga perantau, yang artinya tidak ada kakek nenek ataupun saudara dekat yang tinggal di Jogja, sehingga kudu mandiri mengasuh anak meskipun saya juga termasuk ibu yang bekerja pagi-sore. Kabar baiknya, kami dapat leluasa menerapkan pola pengasuhan yang menurut kami paling sesuai. Ini sangat menguntungkan dan direkomendasikan apabila keadaan keluarga memungkinkan.

Mari kita lihat gambar berikut ini, rasakan apa yang pertama kali terlintas di benak  atau perasaan mommies.

Mungkin ada pikiran atau perasaan ingin melindungi atau seperti ingin melakukan apapun untuk si kecil ? Atau…sepertinya mommy dan si kecil bisa saling mengerti pikiran dan perasaan satu sama lain meski tanpa berkata-kata. Lalu gambar ini.

Ingatkah mommies awal komunikasi dengan si kecil di alam dunia sudah terjadi sejak moment pertama mommies menyentuhnya. Bahkan sebelum matanya bisa melihat, ia sudah mengenali ibunya. Genggaman jari-jari kecilnya adalah caranya menyampaikan rasa… mungkin juga kebutuhannya. Dari titik ini kita tahu, semua ibu sudah dianugerahi modal yang cukup untuk dapat mengenal dan memahami buah hatinya. Komunikasi pada masa yang sekarang saat usia anak bertambah mungkin akan dirasakan berbeda dengan saat itu.

Dalam fase-fase pertumbuhan, anak cenderung lebih banyak berkomunikasi dengan ibu daripada dengan ayah. Ini dikarenakan yang lebih banyak terlibat aktivitas di dalam rumah adalah ibu, sedangkan ayah lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah.

Studi mengatakan bahwa komunikasi antara ibu dan anak adalah komunikasi yang melibatkan unsur-unsur penerimaan, kehangatan, dan kasih sayang sehingga membentuk saling pengertian antara ibu dan anak.

Komunikasi yang dilakukan anak dengan ibu di dalam keluarga tentang pengalaman sehari-hari sangatlah penting, sehubungan dengan pesatnya perkembangan yang dialami anak, masalah dan kesulitan banyak muncul dalam diri anak. Bagaimana cara anak mengatasi masalah, dapat menerima kekurangan pada dirinya, bagaimana anak dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan bersemangat dalam menjalani hidup penting dipahami anak dengan cara berkomunikasi secara lancar, nyaman, dan akrab dengan ibu. Nah…seiring bertambahnya usia anak, bertambah pula perilakunya.

Bagaimana memahami perilaku anak? Ilustrasinya seperti gambar ini:

Every behavior happens for a reason. Perilaku yang tampak seperti pucuk gunung es di tengah lautan, dengan bermacam alasan dan latar belakang di dalamnya. Sampai di sini, adakah yang ingin share, terutama apa yang dirasakan?

SESI TANYA JAWAB

1

Saya full time mommy , anak saya berusia 35 bulan dan sangat lengket dengan saya tidak mau dengan siapapun bahkan dengan ayahnya sekalipun, namun di sisi lain saya merasa ikatan emosi kami kurang erat. Saya merasa dari sikap anak yg tidak pernah mau mendengarkan kata – kata saya. Padahal saya sudah berusaha sebaik mungkin, dengan berbicara menatap matanya , berbicara sejajar dengannya tapi sangat sulit untuk dia mendengarkan saya. Apalagi jika ada keinginannya yang tidak sejalan, misal dia harus pakai baju setelah mandi tapi baru sejam terlaksana, sudah coba berbagai macam cara tidak berpengaruh, sampai sekali waktu mencoba memaksakan keinginan, malah membuat  tantrum dan sangat tidak kooperatif. Saya berasumsi mungkin ikatan emosional kita kurang. Nah bagaimana cara mengecek ikatan emosional antara kita dengan anak ?

Ikatan emosional yang dimaksud mungkin dalam istilah psikologi disebut sebagai attachment atau kelekatan. Ada tipe kelekatan yang secure, di mana anak dapat merasa aman ketika berada di dekat ibu ataupun saat berjauhan dengan ibu karena sudah menemukan pola komunikasi yang nyaman.

Ada pula tipe kelekatan tidak aman, yang menunjukkan perilaku anak sebaliknya. Kelekatan ini terbentuk sejak bayi dari respon ibu terhadap anak. Memang berpengaruh pada komunikasi ibu dan anak seterusnya. Namun tidak berdampak fatal, pada usia dini masih banyak cara yang dapat mengatasi kesulitannya.

Tips praktis memahami anak :

Bagaimana agar selama masa tumbuh kembang ibu dapat terus mengikuti dan memahami anak?

  1. Biasakan memperhatikan perilaku anak dan tunjukkan minat pada apa yang dilakukannya. Ini memang menyita waktu, namun di sela2 melakukan pekerjaan rumah, mata dan telinga kita bisa ‘nyambi’ memperhatikan anak.
  2.   Pahami lingkaran pertemanan atau lingkungan di sekitar anak. Anak sangat mudah meniru perkataan ataupun perilaku orang di sekitarnya.
  3.   Menghabiskan waktu berkualitas dengan anak. Sesibuk apapun aktivitas di rumah, memeluk anak  dan mengajaknya bermain atau membacakan cerita adalah momen yang selalu ditunggu-tunggu anak. Apalagi bila ibu bekerja dari pagi sampai sore.
  4.   Menjadi pendengar yang baik. Tantangan para ibu adalah mendengarkan sampai selesai. Karena kaum perempuan biasanya mudah cepat merespon secara verbal, bahkan sebelum cerita anak selesai 🙂
  5.   Kenali ekspresinya dengan membuka seluas-luasnya kesempatan anak berekspresi. Nah…ekspresi anak bentuknya bisa bermacam2. Ada bentuk2 yang manis, namun ada juga bentuk ekspresi yang buat kita (orang dewasa perempuan) mungkin agak berlebihan. However, anak perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan cara originalnya dalam berekspresi.
  6.   Pelajari tahap perkembangan anak melalui sumber informasi terpercaya atau sharing pengalaman. Ini mungkin tidak sulit. Ada banyak channel dan sahabat untuk berbagi.
  7.   Konfirmasikan kepada anak apa yang kita pikirkan tentang dia. Kadang2 ibu2 terlalu cepat menyimpulkan atau berasumsi. Cara terbaik adalah mengkonfirmasi dengan bertanya langsung, karena pikiran kita belum tentu benar.
  8.   Bersikap terbuka dengan menerima dan merespon secara positif hal yang dikatakan anak. Anak bisa jadi merespon orang tua secara kritis atau bahkan dia yang memberi pengetahuan ke kita. Pada era global seperti sekarang, kata-kata anak mjd sangat penting untuk diterima
  9.   Beri kesempatan anak melakukan sesuatu dengan caranya sendiri tanpa harus meniru cara orang tua. Banyak orang tua mudah memberikan tips kepada anak cara melakukan sesuatu, yaitu cara yang kita percaya ampuh menyelesaikan masalah kita. Padahal mungkin anak punya pemikiran caranya sendiri

2

Selamat malam. Saya ibu 1 anak usia 23 bulan. Dan sedang hamil anak ke 2 usia 22w. Saya pernah Postpartum depression, Dan masih berjuang untuk pulih (jadi anak pertama saya masih sering saya titip ke ibu saya. Kebetulan saya IRT). Saya khawatir anak pertama saya merasa kurang kasih sayang, terlebih nanti saat adiknya lahir. Adakah tips untuk saya supaya bisa tetap bonding ke anak pertama saya & bagaimana caranya memberi pengertian ke anak pertama saya bahwa akan memiliki adik? Terima kasih.

Kekhawatiran para ibu menjelang kelahiran anak ke-2 sangat wajar, terlebih kita sering mendengar adanya sibling rivalry. Ada banyak cara untuk mempersiapkan kakak dalam menyambut adik, menyesuaikan dengan usia kakak.

Pada saat usia kakak sekitar 2 tahun, kakak sedang mulai memiliki perasaan “Aku”, dimana segala yang ada di sekitar seolah-olah adalah untuknya. Mama dan papa memang dapat menyampaikan melalui cerita dan pembiasaan menyayangi adik dengan pembahasan bahwa Adik adalah bagian dari dirinya, dan nantinya akan melengkapi keasikan kakak dalam bermain.

Untuk seterusnya, setelah adik lahir nanti, sangat penting mama dan papa bekerja sama mengelola quality time untuk kedua buah hati agar kakak selalu merasa dilibatkan dan kegiatan mainnya bertambah seru dengan hadirnya adik, bukannya justru menghilang karena mama sibuk dengan adik.

Sedikit tambahan tentang mencegah sibling rivalry, yang terutama tentunya perasaan Mommies sendiri. Para ibu yang santai menyambut anak ke-2 akan berpeluang lebih baik membimbing kakak bersikap santai menyambut adik.

3

Saat ini putra pertama saya usia 4th. Di usia sekarang sudah banyak muncul perilaku2 yang baru untuk saya dan suami rasakan. Termasuk perilaku dalam mengekspresikan perasaan tidak suka atau kesal. Saya sadar saya juga belum sempurna dalam mendidik dan memperlihatkan sikap untuk ditiru anak2 saya. Hanya saja terkadang saya masih sering “kelepasan” jika anak saya menunjukan rasa kesalnya. Ini PR utk saya sampai sekarang. “Gak mau! Bakar aja rumahnya!” , “Ade tendang aja!”, “Mamanya pukul aja!”. Kira2 belakangan kalimat2 tersebut sering keluar dari mulutnya saat dia marah. Pertanyaan saya, bagaimana sebaiknya sikap saya ketika menghadapi situasi tersebut?

Terima kasih banyak sebelumnya. Jawaban pertanyaan ini masuk dalam tips praktis dalam memahami anak, seperti pertanyaan nomor 1 yaa.

4

Assalamualaikum, perkenalkan Saya ibu dari Agna (4,3thn). Anak saya kalau sama ortu (saya, ayahnya, uti & bulek saya /pengasuhnya waktu kecil) kalau marah suka teriak2 dan tendang2, tapi kalau main sama teman sebayanya pasti suka kalah (misal sepeda anak saya dipinjam temannya, dan agna suruh dorong muter2) sudah saya kasih tau, kalau disuruh gantian, tapi dia tidak pernah menolak permintaan temannya, saya kadang sampai gemas. Pertanyaannya, normalkah perilaku anak saya di usianya, kalau dirumah sering tantrum tapi diluar kalahan? Bagaimana saya menyikapi saat anak bermain dengan temannya ? sementara tiap anak saya pegang mainan selalu direbut teman sebayanya dan anak saya tidak pernah melawan. Terima kasih.

Terima kasih, mom. Kalau dari 9 tips yang tadi saya jabarkan, yang mana yang sudah dicoba? Dan bagaimana membantu untuk momy memahami permasalahannya?

Tips no 1, 2, 3 (blm intens), 5, 6

Sama dengan cerita mom sebelumnya, seberapa banyak mommy sudah mencoba berbicara dengan ananda terkait dengan perilakunya?

Saya sudah mencoba bicara dengan menatap langsung, menata intonasi, menerima perasaannya, selalu dalam posisi sejajar, mengupayakan pelukan untuk menerima emosinya. Tapi sepertinya masih belum ada perubahan hingga saat ini. Entah karena attachment saya sama anak yg mulai menurun atau emosi saya yg masih suka terpancing yg suka jadi kendala.

Menghabiskan quality time dengan anak kelihatannya sederhana, namun semakin berkualitas dan hangat akan semakin mendukungnya mengelola emosi. Sebagai contoh: Anak pulang dari bermain dengan teman di mana dia selalu kalah, atau baru pulang dari rumah nenek di mana ia bertemu sepupu yang berperilaku kurang sopan.

Begitu sampai di rumah, dia kembali mjd anak kita. Mommy bisa memeluk, berbicara dengan hangat agar ia mendapat kenyamanan untuk memaknai pengalamannya sebelumnya yang kurang menyenangkan.

Bila anak terbiasa dengan situasi komunikasi yang nyaman, mommy dapat melanjutkan dengan menanamkan nilai-nilai dan perilaku yang sesuai menurut keluarga.

5

Selamat malam Mbak Wresti. Saya Andini. Anak saya usianya 3 tahun 5 bulan. Setiap kali kami pulang berkunjung ke rumah mertua perilaku anak saya suka sekali meniru sepupunya yang bagi saya kurang cocok dengan nilai kesopanan yang saya sudah terapkan kepada dia. Jadilah tiap saya pulang dari mertua dirumah sikap anak saya jadi tidak terkendali dan jadi dilabeli anak nakal dan bandel. Saya sedih sekali karena label ini akhir2 ini makin sering saya dengar. Dan sikap anak saya semakin buruk dalam bergaul dengan temannya. Saya sendiri jadi lebih mudah terpancing emosinya. Bahkan jadi marah berlebihan kepada anak saya. Apa yg harus saya lakukan? Terima kasih.

Sama seperti jawaban pada pertanyaan nomor 4. Menghabiskan quality time dengan anak kelihatannya sederhana, namun semakin berkualitas dan hangat akan semakin mendukungnya mengelola emosi. Sebagai contoh: Anak pulang dari bermain dengan teman di mana dia selalu kalah, atau baru pulang dari rumah nenek di mana ia bertemu sepupu yang berperilaku kurang sopan.

Begitu sampai di rumah, dia kembali mjd anak kita. Mommy bisa memeluk, berbicara dengan hangat agar ia mendapat kenyamanan untuk memaknai pengalamannya sebelumnya yang kurang menyenangkan. Bila anak terbiasa dengan situasi komunikasi yang nyaman, mommy dapat melanjutkan dengan menanamkan nilai-nilai dan perilaku yang sesuai menurut keluarga.

6

Selamat malam, sy ibu dr 3 anak. Anak pertama 9thn, anak kedua 5thn dan anak ketiga 3thn. Dari ketiga anak ini, anak pertama saya yg cenderung lebih sulit dimengerti dibanding adiknya. Lebih suka membantah, dan hampir tidak pernah mau mendengarkan perkataan ibunya. Dan kalau emosi, lebih sering tidak terkontrol. Dari semua cara pendekatan sudah saya coba, berhasil dan bertahan beberapa waktu, tapi kembali lagi ke semula. Saya ibu rumah tangga tanpa ART, dan kebetulan suami kurang ‘telaten’ ngurus anak, dan melimpahkan semua urusan rumah tangga dan anak kepada saya 😊. Jadi terkadang secara tidak langsung, saya jadi sering merasa menyerah untuk menghadapi anak saya yg pertama ini. Kadang saya merasa sudah memberikan semua hal terbaik, belajar menjadi ibu yg baik, tapi kok anak saya terlalu mudah menangkap, merekam dan meniru hal tidak baik di luar yang tidak saya sukai.. terkadang saya menganggap perjuangan selama ini menjadi ‘sia-sia’ 😭😭.

😊Pelllukkk…. tiga anak dengan 3 karakter mari tetap kita lihat sebagai 3 anugerah, mom. Begitu banyak hal yang sudah mommy lakukan untuk ananda tercinta. Kalau melihat dari usia si Sulung, memang sudah mulai memasukan pra remaja, krn anak2 jaman sekarang cenderung lebih cepat berubah. Anak pada usia pra remaja sudah mulai mendapat banyak pengaruh dari lingkungan eksternal, termasuk teman-teman dan lingkungan sekolahnya. Pengaruh itu ada yg berbentuk pengalaman menyenangkan, ada juga yang tidak menyenangkan.

Anak2 yang sejak kecil terbiasa bercerita kepada orang tua (tips nomor 1-9 berjalan dengan lancar), maka lebih sedikit terdampak frustasi dari pengalaman tidak menyenangkan di luar rumah sehingga di dalam rumah pun perilakunya tdk banyak berubah. Begitu pula sebaliknya. Apabila ada ketidaknyamanan dari perilakunya, yang terutama dapat kita lakukan adalah mengupayakan suasana yang nyaman di dekat kita agar ia dapat bersikap terbuka.

Para ibu terkadang merasa sudah banyak berkata-kata kepada anak, dan berharap anak-anak mau menerima dan mengikutinya, namun anak punya pemikirannya sendiri. Perbedaan cara pandang ini seringkali menjadi awal pemicu naiknya intonasi atau emosi orang tua, sehingga lalu berdampak pada tertutupnya keterbukaan anak. Anak cenderung blocking bila frustasi melihat ketidakcocokan komunikasi dengan orang tua. Apabila telah habis kata-kata orang tua….bisa jadi itu adalah pertanda waktunya orang tua untuk banyak banyak mendengarkan anak. Hanya mendengarkan anak.

Nah, allhamdulillah anak pertama saya ini orangnya mudah bercerita, hampir semua hal yang dia alami dimanapun dia sampaikan kepada saya. Dan sebisa mungkin saya beri penjelasan mana yang baik dan tidak baik. Tapi, kemudian mungkin karena di rumah ini ada 2 kebiasaan yg dia lihat berbeda, semisal sama ibu kok banyak peraturan, harus sholat, harus mengerjakan tugas, harus membereskan mainan dan kalau ayah kok bisa santai, tanpa harus mengerjakan ini itu. Sepertinya masalah muncul dari situ, dan akhirnya anak saya mulai berontak, kenapa aku harus seperti ini? Mengikuti semua hal wajib dalam peraturan ibu? Dan mungkin kebetulan saya termasuk orang yang saklek sama waktu, misal nya sholat dan waktu tidur semua hal sudah beres, termasuk mainan sudah beres dan keperluan untuk sekolah harus sudah beres.

Banyak ahli mengatakan perbedaan cara asuh ayah dan ibu akan berakibat tidak baik bagi anak. Namun pada kenyataannya, hampir tidak mungkin memperoleh kesamaan dari ayah dan ibu. Mengapa? 😂Karena ayah dan ibu berasal dari latar belakang yg bs jadi sangat berbeda. Daan….yaaaah….jenis kelaminnya saja sudah jelas beda yang pastinya membawa karakter dasar yang berbeda juga😂.

Bahwa ibu cenderung bawel dan ketat dengan peraturan dan ayah cenderung santai adalah sebuah keniscayaan. Percayalah bila ibu dan ayah sama galaknya maka rumah akan semakin ditinggalkan anak 🤭. Namun ayah dan ibu bisa mengkomunikasikan dengan anak titik temunya. Pada anak usia pra remaja, otonominya sudah mulai berkembang sehingga sudah waktunya ia diajak diskusi mengenai apakah harus semua peraturan dijalankan atau adakah peraturan baru di rumah yang ingin dia usulkan.

Terimakasih sarannya mba. Ini pernah saya coba juga mengkaji ulang jadwal bersama anak saya, tapi mana yang menurut dia lebih menyenangkan. Tapi sampai sekarang masih belum dapat titik temunya sih mba 😅. Karena terlalu banyak peraturan yang menurut saya ‘wajib’, tp anak saya minta skip. Anaknya maunya isi jadwal santai2 dan ibunya maunya balance. 🙈🙈. Apakah saya yg terlalu saklek ya mba? 😅

Prinsip dasarnya, jika para ibu dapat bersikap tenang, memahami dan mengendalikan emosinya sendiri maka anak akan mudah meniru ketenangan dan pengelolaan emosi tersebut. 😄 Ikut senang mommy bisa merefleksikannya. Bisa jadi memang begitu menurut anak 🤭. Ilustrasi mudahnya adalah mengingat bahwa anak akan lebih suka bersenang-senang daripada bersusah-susah. Tetapi ada bersusah-susah yang anak tetap mau melakukannya kok, mom. Biasanya adalah bila ibu mengatakannya dengan cara yang sangat manis atau menyenangkan.

Contoh simpel: Saya sering beli es krim secara demonstratif di depan anak lalu memasukkannya ke kulkas sambil ngomong “Kita akan makan es krim bareng2 setelah bebersih rumah, gaess”. Ampuh loh 😂.

Terimakasih sarannya, Mbaaa.. 😍😍. Mungkin ibunya memang kurang kreatif beri reward ke anaknya (PR buat ibu) 😅.

PENUTUP

Nah..melanjutkan ke empati. tahap pertama bagi para mommies adalah berempati dulu dengan diri sendiri. Baru kemudian bisa melatih empati dengan anak. Sudahkah mommies memperhatikan kesejahteraan perasaan sendiri? 😄Sperti materi slide 9, seiring dengan bertambah besarnya usia anak, orang tua juga harus terus tumbuh dan matang secara emosi. Apabila masih ada suami, cara terbaik adalah bekerja sama saling memperhatikan, mendukung, dan mengoreksi antara ibu dan ayah.

Lakukan dengan santai, dengan kesadaran bahwa semua orang tua pada dasarnya sama seperti anak, masih terus bertumbuh. Salah ya boleh… Tidak sempurna, ya pasti.. Frustrasi, ya normal.. Namun dari semuanya yang paling penting adalah menjaga jalinan kasih sayang dan kehangatan di rumah #rumah rapi dan jadwal teratur adalah nomor ke sekian 😄

Demikian, mommies. Seperti kata para artis, “JANGAN LUPA BAHAGIA”

 

Leave a comment